Tampilnya Sri Wahyuni sebagai leader (pemimpin) di Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) di Kenyamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara periode 2021-2025, bukan hal yang mengejutkan banyak pihak.
Pasalnya, jejak rekamnya dalam kiprahnya di organisasi di bawah NU, telah lama dilakoni oleh perempuan kelahiran 17 Agustus 1981 ini, yakni dengan bergabung dengan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) di Pulodarat, Kecamatan Pecangaan, Jepara sewaktu masih remaja.
Mengawali pendidikannya sedari Sekolah Dasar (SD) Jatibarat di Pulodarat pada 1987-1993, kemudian berlanjut di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pecangaan (1993-1996), lalu meneruskan rihlah ilmiahnya di Pondok Pesantren (Pondok) Al-Bayan Pulodarat (1996-1999).
Menilik dari rekam jejak pendidikannya, anak pertama dari pasangan Asmu’i dan Jasmirah ini, telah akrab di garis pendidikan dan perjuangan di bawah organisasi NU yang berhaluan ahlu al-sunnah wa al jama’ah al-nahdliyyah itu.
Kiprahnya di organisasi di Badan Otonom (Banom) NU ini tetap berlanjut, kendati ia telah diperistri oleh seorang pemuda di usia 18 tahun, yakni oleh Muhammad Alfan asal Banyuputih.
Dari pernikahannya dengan Muhammad Alfan itu, Sri Wahyuni dikaruniai lima anak, yaitu Shufi Amalia Alfaini (2000), Yufa Ziyadul Muna Alfiyan (2007), Asykar Chibban Alfasry (2013), Mughis Ahla Zaman Alfasy(2016), dan Judna Habiba Alfaini (2018).
Di tengah mengarungi bahtera rumah tangga, saat anak pertamanya berusia sekira lima tahun, ia bersama suaminya mulai membuka usaha foto kopi di kompleks rumahnya RT 8 RW II Desa Banyuputih, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara keduanya mengembangkan usaha dari nol dengan penuh kesabarannya.
Menariknya, kesibukannya mengurus rumah tangga dan usaha, tidak membuat keduanya mandek berorganisasi. Sejak 2007, Sri Wahyuni bahkan didaulat menjadi salah satu pengurus PAC Fatayat NU Kalinyamatan.
Komitmennya di organisasi, sehingga Sri Wahyuni diamanahi sebagai ketua Pimpinan Ranting (PR) Fatayat NU Desa Banyuputih hingga dua periode, yakni periode 2011 – 2015 dan periode 2015 – 2019.
Berorganisasi secara serius ini pun, semakin meningkatkan komitmennya terhadap NU, sekaligus mendapatkan berkah yang teramat banyak, mulai dari banyaknya teman yang berada dalam persaudaraan di organisasi, hingga bertambahnya ilmu (pengetahuan) dan wawasan, yang sangat bermanfaat sebagai bekal hidup bermasyarakat.
Dukungan Suami
Keaktifan Sri Wahyuni di Fatayat NU, tak lain berkat keikhlasan dan keridaan sang suami. Sang suami sangat mendukung penuh keberadaannya di organisasi. Dan dukungan suami ini dibalasnya dengan ia menjadi istri yang menjaga martabat serta tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu yang harus menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya, selain harus takzim pada suami.
Dalam pandangannya, apabila seorang perempuan memutuskan untuk berorganisasi di luar rumah, maka harus mendapatkan izin dan rida dari suami. Selain itu, komunikasi harus terjalin dengan baik, agar tidak ada kesalahpahaman dengan suami dan keluarga.
Dukungan suaminya ini pun bahkan sangat nampak, karena seringkali ketika menghadiri aktivitas organisasi, justru diantar langsung oleh sang suami. Baik kegiatan di Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kalinyamatan maupun yang digelar oleh Pimpinan Cabang (PC) NU Jepara.
Sosok suami Sri Wahyuni, yakni Muhammad Alfan, pun bukan sosok yang asing di kalangan warga NU Kalinyamatan. Sebab, Muhammad Alfan tercatat sebagai Katib Syuriyah MWC NU Kalinyamatan periode 2015-2020, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalinyamatan (2015 – sekarang), dan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) NU Kalinyamatan.
Sedang Sri Wahyuni, selain sebagai ibu rumah tangga dan aktif di Fatayat NU, juga khidmah di Madrasah Diniyyah (Madin) Awwaliyyah Mathaliul Ulum Banyuputih Jepara (2003 – 2013) dan mengajar di Taman Pendidikan al-Quan (TPA) Yayasan Bahrul Ulum Banyuputih (2014 – sekarang).
Khidmah di Madrasah dan TPA sendiri, bagi Sri Wahyuni adalah hal yang luar biasa. Dia berujar, “Menjadi pegawainya Gusti Allah itu menjadikan hidup lebih tenang, lebih berkah dan lebih manfaat, baik bagi saya pribadi, keluarga maupun masyarakat”.
Melek Teknologi
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, adalah kenyataan yang tidak bisa ditampik. Siapa saja dituntut untuk bisa beradaptasi dengan dunia digital di era milenial ini. Demikian juga dengan Sri Wahyuni, sang “Kartini Milenial” dari Pulodarat.
Baginya, keberadaan gawai dan dunia digita secara umum, harus direspons dengan baik, dan harus bisa menafaatkannya untuk perkembangan dan kemajuan dalam segala bidang.
Untuk itu, maka melek teknologi adalah jawaban yang harus “diambil”, agar kita tidak terlena dengan keberadaan dunia teknologi, tetapi memanfaatkannya untuk hal-hal yang baik dan positif, baik dalam hal pendidikan (akademik) maupun berkarya (berkreasi/ bekerja).
Pada posisi ini, menurut Sri Wahyuni, seorang ibu (perempuan) harus cerdas, selektif dan bijak menghadapi era digital di era sekarang. Perempuan bahkan bisa menjadi penentu majunya generasi dan sebuah bangsa.
Sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis Nabi: “Almar’atu imaadul bilaad. Idza shalahat shalahal bilad, waidza fasadat fasadal bilad” (Perempuan adalah tiang Negara. Jika baik perempuannya, maka baik Negaranya. Jika rusak perempuannya, maka rusak pula Negaranya).
Peran penting yang harus dimainkan perempuan itulah, maka seorang perempuan –tak terkecuali kader Fatayat NU- mesti dibekali dengan pengetahuan agama yang mapan, agar dapat melahirkan generasi-generasi yang berkualitas, dan dapat membimbing generasi bangsa agar memiliki akhlak karimah.
Dan menyikapi perkembangan media digital dengan beragam platform media sosial yang sangat banyak, dalam pandangan Sri Wahyuni, bisa menjadi sarana berdakwah kepada masyarakat luas.
Kesadaran ini, membuat Sri Wahyuni dan banyak kader Fatayat NU lain, melakukan siaran langsung (live) baik melalui facebook, instagram dan platform media sosial lain, untuk menyampaikan pesan – pesan kebaikan dan ajaran – ajaran Islam yang ramah dan penuh rahmat.
Untuk bisa sampai pada kesadaran seperti ini, kata Sri Wahyuni, maka senantiasa belajar menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Apalagi bagi aktivis organisasi, terlebih Fatayat NU, yang rata – rata memikul beban ganda dalam kehidupannya; sebagai ibu rumah tangga, aktif di organisasi dan juga berkarier.
Namun demikian, bagi para perempuan –khususnya kader Fatayat NU- di Jepara itu bukanlah hal yang tak bisa dilewati. Bukankah para perempuan Jepara –dan Indonesia secara umum- ini telah mewarisi semangat RA Kartini? Sosok perempuan yang sangat progresif – revolusioner pada zamannya, yang tentu bisa menjadi teladan perempuan milenial di era digital saat ini.
(Ulfatun Wahidah, ketua PR Fatayat NU Manyargading, Kecamatan Kalinyamatan, Jepara)
Sumber : https://suaranahdliyin.com/sri-wahyuni-kartini-milenial-dari-pulodarat-25921