Aqoied Saeked Versi Bahasa Jawa

Versi Bahasa Jawa – Pengarang Syair Aqaid Saeket; KHR. Syamsul Arifin dan KHR. As’ad Syamsul Arifin
Syair Aqaid saeket ini ditulis oleh KHR. Syamsul Arifin, Seorang Kyai yang terkenal dengan sosok dan kepribadiannya yang sangat sederhana dan bersahaja. Beliau adalah pendiri sekaligus pengasuh pertama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. KH. R. Syamsul Arifin yang juga di kenal dengan nama Raden Ibrahim, lahir pada tahun 1619 M di desa lancar, kecamatan larangan, kabupaten pamekasan, madura. Beliau merupakan putra dari KH. Ruham dengan Nyai. Nur Sari (Khotijah).
Setelah mengenyam pendidikan dari berbagai pesantren di tanah air dan juga di Makkah, pada tahun 1908 M beliau merantau dari tanah
madura ke jawa timur, tepatnya di Situbondo untuk mendirikan sebuah pondok pesantren. Perjalanan mendirikan pesantren ini begitu panjang dan penuh kisah spiritual yang sangat mendalam. Singkat cerita, dengan wasilah petunjuk dari beberapa tokoh dan waliyullah, beliau menemukan lokasi yang tepat, yakni di Suko Beloso yang kemudian dikenal dengan Sukorejo.
Berbeda dari kisah berdirinya podok pesantren lain di tanah jawa yang di bangun di tengah lingkungan masyarakat -baik kampung maupun kota- yang memang sudah ada sebelum pesantren di bangun, lokasi tempat KHR. Syamsul Arifin membangun pesantrean adalah hutan belantara. Beliau membabat hutan tersebut, kemudian mendirikan gubuk, mushalla, hingga pesantren yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.
Bersamaan dengan perkembangan pesantren, barulah muncul masyarakat sekitar secara berangsur-angsur
yang notabene mereka juga merupakan masyarakat asli madura yang merantau ke tanah jawa.
Di pesantren inilah, KHR. Syamsul Arifin menulis syair Aqaid Saeket. Tidak ada yang mengisahkan latar belakang mengapa beliau
menulis syair ini. Namun dapat disimpulkan bahasa madura dalam syair ini terkait dengan lingkungan masyarakat di sekitar pondok pesantren tersebut yang mayoritas berbahasa madura.
Syair tersebut merupakan bentuk kepedulian dan rasa tanggung jawab beliau untuk mengajarkan aqidah ahlussunnah wal jama’ah baik kepada santri di pesantrennya maupun masyarakat di sekitarnya.
KHR. Azaim Ibrahimy (pengasuh ke-4) bercerita bahwa KHR. Syamsul Arifin menulis syair Aqaid Saeket ini di tabing (dinding berbahan
bambu) dari kediaman beliau yang sederhana. Bahkan terhitung sederhana baik ketika zaman itu terlebih lagi di zaman ini. Namun pilihan kesederhanaan beliau inilah yang mengajarkan kekuatan kehidupan di dalam berislam, beriman dan berihsan.
Pada tahun 1951 setelah K.H. Samsul Arifin meninggal, pondok pesantren tersebut dilanjutkan oleh pengasuh kedua yakni putra beliau,
KHR. As’ad Syamsul Arifin. Di bawah kepemimpinan Kiai As’ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah berkembang semakin pesat, dengan bertambahnya santri hingga mencapai ribuan. Di masa beliau juga mulai dibentuk pendidikan klasikal diniyah seperti Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Kemudian didirikan pula sekolah umum seperti SMP, SMA, dan SMEA hingga mulai merintis perguruan tinggi.
Selain dikenal sebagai kiai atau pengasuh pondok pesantren, beliau juga dikenal sebagai ulama kharismatik sekaligus tokoh Nahdlatul
Ulama dengan jabatan terakhir sebagai Dewan Penasihat (Musytasar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya. Sebelum NU berdiri, beliau adalah penyampai pesan (Isyarah) yang berupa tongkat disertai ayat al-Qur’an dari KH. Kholil al-Bangkalani untuk KH.Hasyim Asy’ari, yang merupakan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai salah satu pejuang Indonesia yang ikut berperang melawan penjajah. Oleh karena itu, pada tanggal 9 November 2016, beliau dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo.
Kembali pada pembahasan tentang Aqaid saeket, di tangan KHR. As’ad Syair ini yang merupakan khazanah warisan dari ayahandanya,
kemudian beliau sempurnakan dengan menambahkan beberapa bait syair.
Oleh karena itu, ketika berbicara tentang syair Aqaid saeket, maka tidak akan bisa lepas dari kedua tokoh kharismatik tersebut. Keduanya bukan hanya memiliki ikatan sebagai anak dan orang tua, tapi juga sebagai guru dan murid, serta sebagai penerus estafet perjuangan dakwah untuk menegakkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Syair Aqaid Saeket
Syair aqaid saeket ini terdiri dari 407 kata; KHR. Syamsul Arifin mengarang 122 kata pertama. Beliau mengawali syair dengan dua kalimat syahadat yang ditulis dalam bahasa madura, sebagai berikut:
“Kaule anyakse’e sobung Pangiran anging Allaah ngaratoni de’ alam sadheje. Dzat Settong sefat ben af’al. Kaule anyakse’e Nabi Muhammad Utusan Allaah katurunan Qur’an Hadits lerres ongghu wejib e toro’.” (saya
bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT Menguasai alam semesta. Dzat, sifat, dan perbuatanNya tunggal. Saya bersaksi Nabi Muhammad SAW utusan Allah swt, menerima wahyu berupa Al-Qur’an dan Al-Hadits, kebenaran yang tidak terbantahkan dan wajib diikuti).
Pada bagian selanjutnya, beliau menulis tentang tentang Aqaid Khomsin (Aqaid lima puluh) yang merupakan cerminan aqidah
ahlussunnah wal jama’ah berhaluan Imam Abu Hasan Al-Asya’ari. Baik syair terdiri dari:
- 20 Sifat wajib Bagi Allah dan 20 sifat Muhal Bagi Allah
Wujud, Qidam, Baqo’, Mukholafatuhu lilhawaditsi, Qiyamuhu bii nafsihi,
Wahdaniyat, Qudrot, Irodat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashor, Kalam, Qodiiron,
Muridan, ‘Aaliman, ayyan, Sami’an, Bashiiron, Mutakalliman.
Adam, Huduts, Fana’, Mumatsalatuhu lil hawaditsi, Ihtiyajuhu bi mujidin,
Murokkabun, ‘Ajzun, Karohun, Jahlun, Mautun, Shomamun, ‘Amaa, Harosun,
Ajizun, Karihun, Jaahilun, Mayyitun, Ashomun, A’maa, Abkam.
Wajib ben Muhal. (wajib dan muhal) - 1 sifat jaiz bagi Allah
Settong sefat Jaiz abhedhi mungkin adhingghel mungkin deliluhe
musyahadah Wajib Iman oreng Mukallaf. (Allah hanya memiliki satu sifat
jaiz yaitu boleh melakukan atau meninggalkan sesuatu yang mungkin
terjadi) - 4 sifat wajib bagi para Rasul Siddiq, Amanat, Tabligh, Fatonatun wajib e akal sengaghungi Nabi Utusan ka teptepan deri Allaah. (Sifat yang wajib -secara akal – dimiliki oleh nabi dan rasul)
- 4 Sifat Muhal Bagi Para Rasul Kidzib, Khiyanat, Kitman, Baladatun muhal e akal.(muhal -secara akal- dimiliki oleh nabi dan Rasul)
- 1 Sifat Jaiz bagi para Rasul Jawazuhu a’rodl khofifah. (Sifat jawaz/jaiz bagi para nabi dan Rasul adalah a’radl khafifah (sifat-sifat kemanusiaan yang ringan)ampon ghenna’ saeket Aqoid. (maka telah lengkap aqoid yang 50).
Bait syair setelahnya merupakan karangan dari KHR. As’ad Syamsul Arifin yang ditambahkan untuk menyempurnakan syair Aqaid Saeket ini. Bait yang beliau tulis terdiri dari: Kaule wejib Iman Nabi Utusan saghemi’ bennya’na ketab empa’ ampon ka sebbhut delem Qur’an bilenganna. (Saya wajib iman kepada para Rasul yang berjumlah 25, begitu pula wajib mengimani 4 kitab yang diturunkan kepada para utusan yang telah disebutkan rincian nama-namanya dalam Al-Qur’an).
- 1) 25 Rasul
Adam, Idris, Nuhun, Huudun, Shaalihun, Ibrohim, Lutun, Ismail, Ishaq,
Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syuib, Harun, Musa, Yasa’, Dzulkifli, Daud, Sulaiman,
Ilyas, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, Nabi toha di budinna (Nabi Toha yang
terakhir). - 2) 4 Kitab Suci
Taurot ka Nabi Musa. Zabur se toron ka Nabi Daud. Ketab Injil ka Nabi Isa.
Nabi Ahmad kaparengan Qur’an. (Kitab Taurat diturunkan pada Nabi Musa
As. Kitab Zabur diturunkan pada Nabi Daud As. Kitab Injil diturunkan pada
Nabi Isa As. Sementara Al-Qur’an diturunkan pada Nabi Muhammad SAW). - 3) 10 Malaikat dan tugasnya
Jibril se ngibe Wahyu.
Mikail muwakkal adhu’um Arzaq pade milo sadheje Makhluq raje keni’
sobung se ceccer
Azroil ngala’an arwah.
Isrofil muwakkal billauhil mahfudh
Mungkar Nakir mantre kobhuren tako’ ongghu bile mareksa.
Rokib, Atit malakan kanan kacer pade e jege, jhube’ becce’ pade e toles siang
malem ghente ghente.
Naraka jege’en Malik, seddhi bhei tak mangghi bhunga se dereka capbhur
ka delem, oreng kafir neng be bebe.
Suarghe jege’en Ridlwan bhunga bhei tak mangghi sossa Islam Mukmin
pade masok bidedderi jhudhuwenna Wildan se ngaladhini ka bhungaan
sobung bhendhingan nikmat raje nangale Allaah e suarghe salanjhengnga.
Artinya :
Malaikat Jibril pembawa wahyu
Mikail penabur rezeki kepada semua makhluk tanpa terkecuali
Azroil pencabut nyawa
Isrofil penjaga lauhul makhfudz
Munkar nakir malaikat penjaga kuburan yang menakutkan ketika
bertanya
Rokib dan Atit dua malaikat penjaga kanan dan kiri kemudian mencatat
amal baik dan buruk bergantian siang dan malam
Neraka dijaga oleh malaikat Malik, kesedihan yang selalu dirasakan di
dalamnya tidak ada kebahagiaan di sana, orang yang durhaka dilemparkan
ke dalamnya, orang kafir yang paling bawah.
Surga dijaga oleh malaikat Ridwan, kebahagiaan yang selalu dirasakan di
dalamnya tidak ada kesedihan, muslim mukmin yang masuk di dalamnya,
bidadari pendampingnya, wildan yang melayani, kebahagiaan yang tak ada
bandingannya, kenikmatan terbesar adalah melihat kebesaran Allah, di
surga selamanya. - 4) Rukun Islam
Rukunna Islam lema’
Syahedet due’ estoaghi Dhohir Batin pade pa kokoh siang malem Imanaghi
Sholat se lema bekto syarat rukun wejib pa ghenna’ Ikhlas Khusyu’ e delem
ate Mughe Mughe e maqbule - Zakat harta ben bhedhen parengaghi de’ Faqir Miskin bellu’ macem olle
narema jhube’ ongghu oreng se cerre’
Puasa e bulen Romadlon poma poma jhe’ entengaghi dhusa raje lamun e
dhingghel Ghuste Allaah ce’ Dhukana - Hajji de’ baitullaah lamon cokop ongkos jhelenna entar mule ben se edhina,
ate ate syarat rukunna. - Rukun Islam ada 5:
Pertama 2 syahadat, teguhkan dalam hati lahir dan batin, siang malam
tetap beriman.
Kedua, shalat 5 waktu, dengan memenuhi syarat dan rukunnya serta
dilakukan dengan khusyu’. semoga diqobul oleh Allah swt.
Ketiga, zakat harta (mal) dan zakat badan (fitrah) berikan pada faqir
miskin, ada 8 orang yang berhak menerima, sungguh buruk orang yang
kikir.
Keempat, puasa di bulan Ramadhan, hati-hati jangan dientengkan, dosa
131
“Syair Aqaid Saeket Sebagai Metode Dakwah”
besar jika ditinggalkan dan Allah swt sangat murka.
Kelima, haji ke baitullah jika cukup biaya berangkat dan pulang dan
keluarga yang ditinggal di rumah, hati-hati tunaikanlah syarat dan
rukunnya. - 5) Rukun Iman
Rukunna Iman ennem; Iman de’ Allaah de’ Malaikat Rosulillaah Kitabillaah
yaumil akhir dhina qiyamat rukun se kapeng ennem pasti bheghus ben paste
jhube’ deri Allaah sadhejena lamun mungker kafer ongghu. (Rukun iman
ada 6; Iman kepada Allah swt., malaikat, Rasulullah, Kitabullah, hari akhir/
hari qiyamat. Dan yang keenam, ketentuan baik dan buruk semuanya dari
Allah swt. Sungguh tergolong orang kafir bila mengingkari). - 6) Ditutup dengan sebuah nasehat / mau’idhoh hasanah
Kaule anyu’una ongghu tore abhekte de’ Ghuste Allaah taretan kaule se ghi’
odi’ Alam dhunnya ampon Akhir. (Saya mohon wahai saudaraku yang
masih hidup, ayo berbakti kepada Allah swt karena alam semesta akan
segera berakhir). - Di tinjau dari iramanya, syair Aqaid Saeket memiliki irama
tersendiri yang hingga saat ini tidak pernah diubah dari aslinya. Secara teori kebahasaan, syair ini keluar dari pakem kepenulisan syair pada umumnya. Biasanya syair jaman dulu ditulis dengan memainkan alur yang
linear dan lurus dengan rima aa aa, aa bb dan seterusnya.9 Tapi syair ini tidak menggunakannya. Namun hal ini bukan hal baru, banyak syair berbahasa daerah yang juga tidak mengikuti pakem tersebut. Salah
satunya adalah syair populer karya Sunan Kalijaga, lir ilir. Coba perhatikan potongan bait lir-ilir berikut:
Cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Keindahan syair aqaid saeket ini membuat para pengamat syair,
khususnya para penyair madura sangat kagum. Salah satunya adalah KH. Zawawi Imron, seorang penyair terkenal yang berdarah asli madura. Beliau menyapaikan bahwa syair Aqaid Saeket yang digubah oleh Kiai Syamsul dan Kiai As’ad merupakan upaya kedua kiai tersebut untuk memudahkan pemahaman masyarakat Madura tentang akidah ahlussunnah wal jamaah. Di lain pihak, masyarakat Madura membutuhkan kehadiran syair tersebut agar mereka selamat. Sebab dalam masyarakat Madura terdapat pepatah: “abhental syahadat, asaphok iman, apajhung rahmate Allah maleh paste selamet” (berbantal syahadat, berselimut iman,
berpayung rahmat Allah swt, agar selamat).
perjumpaan antara tradisi Madura dan tradisi pesantren.10 Ungkapan dari
seorang penyair yang asli dari madura ini tentunya semakin
mengukuhkan bahwa eksistensi dan keindahan syair ini diakui bukan
hanya oleh masyarakat sekitar tapi juga bagi pemilik asli kebudayaan
madura itu sendiri. - Untuk memperdalam tentang kaindahan syair ini, bisa dilihat dari
segi harmonisasi bahasanya. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya
bahwa syair ini sebenarnya ditulis oleh dua orang kiai. Namun jika dibaca,
seolah-oleh ditulis oleh satu orang saja karena dari awal hingga akhir
memiliki pola bahasa yang sama. Misalnya di awal syair, KHR. Syamsul
Arifin menulis :
“kaule anyakse e sobung pangiran anging Allah” (saya bersaksi tidak ada
tuhan selain Allah). - Sedangkan tambahan syair dari KHR. As’ad sebagai berikut:
“Kaule wejib iman nabi utusan sagemi’ benynya’na..” (saya wajib beriman
bahwa nabi utusan ada dua puluh lima) dan pada akhir syair “kaule
nyu’una ongghu, tore abekte de’ Guste Allah taretan kaule se ghi’ odik…”
(saya sungguh memohon mari berbakti kepada Allah swt. wahai
saudaraku yang masih hidup).
Pengulangan kata “kaule” di sinilah yang membuat bait-bait
tersebut terdengar senada. Menurut Kiai Azaim, kata “kauleh” (bahasa
madura yang berarti saya) memiliki arti yang khusus. Kata ini diletakkah
di awal kalimat karena berarti “hamba”, harus merendahkan hati, harus
menghambakan diri terlebih dahulu baru kemudian dapat meneruskan
dengan kata berikutnya, anyakse e (menyaksikan).11
Ach. Muhyiddin Khatib, dalam pengantar buku syarah Aqaid saeket
juga menyebutkan bahwa keselarasan bahasa dari kedua tokoh tersebut
mirip dengan kitab Tafsir Jalalain, yang juga dikarang oleh dua imam, yaitu
Imam Jalaluddin Al-Mahally dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Kalau dibaca,
maka hampir tidak ditemukan perbedaan dalam susunan kata, retorika
dan diksi kata yang digunakan. Andai saja dalam pembukaan kitab ini
tidak dijelaskan bahwa dikarang oleh dua ulama, maka pasti diduga bahwa
kitab ini dikarang oleh satu ulama saja. - Hal ini tidak mungkin terjadi jika di antara keduanya tidak ada sambungan rohani. Sebagaimana yang juga terjadi pada syair Aqaid Saeket, keselarasan bahasa kedua pengarang tidak mungkin terjadi jika seandainya tidak ada sambungan rohani yang kuat di antara keduanya.Keselarasan kedua tokoh ini juga dapat dilihat dari keseriusan dalam menanamkan aqidah Ahlussunnah waljamaah melalui syair ini. KHR Syamsul Arifin menuliskan aqaid lima puluh pada bait-bait awal, yang mana aqaid lima puluh merupakan salah satu komponen penting dalam Aqidah aswaja Asy’ariyah. Beberapa tahun kemudian KHR. As’ad menyempurnakan syair ini menjadi lebih lengkap yaitu menampah namanama nabi, kitab-kitab Allah, nama malaikat, rukun islam dan rukun iman.
Setelah disempurnakan, syair ini menjadi lebih lengkap menyajikan satu
paket kaidah-kaidah aqidah Aswaja yang harus dihafal, dipahami dan
ditanamkan dengan kuat sebagai pondasi keimanan. Keberadaan syair ini
kemudian menjadi solusi agar masyarakat awam tidak perlu membaca
semua kitab klasik berbahasa Arab untuk mengenal Aqidah Aswaja.
KESIMPULAN
Bedasarkan data dan analisisnya, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Syair Aqaid saeket adalah syair indah karya dua tokoh Ulama yang di dalamnya berisi aqaid lima puluh, nama-nama Nabi, kitab Allah, malaikat, rukun Islam dan rukun Iman yang merupakan ringkasan cukup lengkap dan dapat merepresentasikan ajaran AqidahAhlussunnah wal jamaah An-Nahdliyah.
Kedua, Metode dakwah dalam syair ini adalah dakwah bi al-qalam sekaligus bi al-lisan dengan
menggunakan pendekatan psikologis dan kultural yaitu bahasa daerah (Madura).
Ketiga, Kelestarian syair ini didukung oleh beberapa faktor, yaitu a) metode dakwah berupa pembiasaan yang terus dilestarikan
dengan cara dibacakan secara rutin sebelum jamaah shalat isya’, b)
penyebaran oleh para santri, alumni, simpatisan di musalla, madrasah hingga sekolah dan juga disenandungkan di beberapa jam’iyah shalawat, dan c) dari faktor ketokohan kedua pengarang syair ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Arifin, Syamsul. Asas Al-Muttaqin. Situbondo: Asy-Syarif. 2005.
- Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2019.
- Mahasantri Ma’had Aly Situbondo IX. Syarah Aqaid Saeket. Situbondo:
Tanwirul Afkar. 2018. - Muzaki, A. Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan). Jakarta: ArRuzz Media. 2006.
- Pradopo, R.D. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisi
- Struktural dan Semiotik. Jakarta: Universitas Indonesia. 2005.
- Andriani, T. Revitalisasi naskah Syair: Sebuah Solusi dalam Pengembangan
- Kreativitas Mahasiswa untuk Mencintai Budaya Lokal. 2015.
- Departemmen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1990. - Enjang dan Aliyuddin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya
Padjajaran. 2009. - Amin, Samsun Munir . Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. 2009.
- Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, Bandung : Al-Ikhlas. 2002.
- Hameed, Hakeem A. Aspek-aspek Pokok Agama Islam, terj. Ruslan Shiddieq,
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. 1983. - Asy’ari, Hasyim. Qonun asasi, Nahdlatul Ulama. Kudus: Menara. 1969.
- Pengertian Ilmu Aqaid. https://islam.nu.or.id/post/read/40286/pengertian-ilmuaqoid.
- Hasan, Thollhah. Ahlussunnah wal jama’ah dalam persepsi dan tradisi NU.
Jakarta: Lantabora. 2015. - Mohamad, Goenawan. Puisi dan Antipuisi. Jakarta: Tempo Publishing.
2011. - Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2013. - Musyafiq, A. Aqaid 50 versus Aqaid 48 (kajian Kitab UMM Barahin di
Pesantren Salaf. 2013. - http://sukorejo.com/2018/03/14/Syair-Aqaid-Saeket-PerjumpaanBudaya-Pesantren-dan-Madura.html
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. - Bandung: Alfabeta. 2012.
Syihab, H.Z.A. Akidah ahlus sunnah, Jakarta : Bumi aksara. 1998. - Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencana, 2014.